AFINITAS
TEMBANG MACAPAT ASMARADANA DENGAN PUISI ASMARADANA KARYA GOENAWAN MOHAMAD :
PERSPEKTIF SASTRA BANDINGAN
Oleh
Hoppy
Nurjayati A 310 100 038
Endah
Kurniawati A 310 100 045
Jurusan
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
ABSTRAK
Dalam kajian
ini penulis akan menganalisis keterkaitan antara tembang macapat Asmaradana
dengan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad : perspektif sastra bandingan. Tujuan penelitian ini adalah
memaparkan keterkaitan antara tembang macapat Asmaradana dengan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad : perspektif sastra bandingan. Manfaat dari
pnelitian ini ada dua, yaitu 1) mengetahui keterkaitan antara tembang macapat
Asmaradana dengan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad : perspektif sastra
bandingan, 2) penelitian ini menambah acuan tentang penelitian sastra
bandingan, sebab sepengetahuan peneliti bahwa penelitian tentang sastra
bandingan di Indonesia masih sedikit. Afinitas
dalam sastra bandingan adalah studi terhadap hubungan kekerabatan teks sastra. Setiap
teks memiliki pertautan erat dengan teks sebelumnya (Endraswara, 2011).
Kata
kunci : afinitas, tembang macapat, asmaradana, puisi
PENDAHULUAN
Sastra bandingan
dalam penelitian umum serta dalam kaitannya dalam sejarah ataupun bidang ilmu
lain, merupakan bagian dari sastra. Didalamnya terdapat upaya bagaimana
menghubungkan sastra yang satu dengan yang lain, bagaimana pengaruh antar
keduanya, serta apa yang diambil dan apa yang diberikannya. Pada umumnya, jika
kita melihat praktek sastra bandingan, baik di negara Barat maupun di negara
Timur, menurut Endraswara (2011) studi sastra bandingan itu melandaskan diri
pada afinitas, tradisi, pengaruh. Afinitas
dalam sastra bandingan adalah studi terhadap hubungan kekerabatan teks sastra.
Setiap teks memiliki pertautan erat dengan teks sebelumnya
(Endraswara, 2011).
Tembang macapat
adalah tembang atau suatu rangkaian bahasa yang menggunakan aturan-aturan
tertentu yang cara membacanya harus dilagukan dengan seni suara (Muarifin,
2009). Tembang asmaradana adalah salah satu bentuk sekar macapat. Asmaradhana berarti
suka, kasengsem (jatuh cinta). Tembang ini biasanya digunakan untuk
menggambarkan perasaan cinta ataupun rasa sedih.
Goenawan
Mohamad adalah seorang penulis sekaligus intelektual yang berwawasan luas. Karya-karya
yang dihasilkannya pun berbicara tentang berbagai aspek, baik politik, sosial,
maupun budaya. Puisinya yang akan penulis bahas pada kesempatan kali ini, yaitu
“Asmaradana”, menunjukkan sedikit dari kekayaan wawasannya dalam aspek
kebudayaan.
Dalam kajian
ini penulis akan menganalisis keterkaitan antara tembang macapat Asmaradana
dengan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad : perspektif sastra bandingan. Tujuan
penelitian ini adalah memaparkan keterkaitan antara tembang macapat Asmaradana dengan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad : perspektif
sastra bandingan. Manfaat dari penelitian ini yaitu 1) mengetahui keterkaitan
antara tembang macapat Asmaradana dengan puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad
: perspektif sastra bandingan, 2) Penelitian ini menambah acuan tentang
penelitian sastra bandingan, sebab sepengetahuan peneliti bahwa penelitian
tentang sastra bandingan di Indonesia masih sedikit.
TEORI
A.
Konsep
Afinitas dalam Sastra Bandingan
Remak (dalam
Endraswara, 2011 : 9) menyatakan bahwa, sastra bandingan merupakan penelitian
sastra di luar batas sebuah negara serta penelitian tentang hubungan di sastra
dengan bidang ilmu dan kepercayaan yang lain, seperti seni (lukis, ukir, dan
musik), filsafat, sejarah, sosial (politik, ekonomi, dan sosiologi), sains, dan
agama.
Pada umumnya,
jika kita melihat praktek sastra bandingan, baik di negara Barat maupun negara
Timur, menurut Endraswara (2011) studi sastra bandingan itu melandaskan diri
pada afinitas, tradisi, pengaruh.
Afinitas diberi makna ‘hubungan kekerabatan yang terwujud karena adanya
perkawinan’ dalam ilmu bahasa diartikan ‘unsur-unsur sama pada dua atau
beberapa bahasa karena bahasa itu diturunkan dari suatu bahasa leluhur yang
sama’ dan dalam ilmu biologi mengandung makna hubungan antara jenis-jenis atau
kelompok-kelompok lebih tinggi yang didasarkan kemiripan dalam seluruh rencana
strukturnya dan mengacu kesamaan unsurnya.
Kata afinitas, berasal dari bahasa
Latin ad yang artinya dekat dan finis yang berarti batas. Jika
dalam ilmu antropologi, afinitas sering dimaknai sebagai hubungan kekerabatan, maka
dalam sastra bandingan pun tidak jauh berbeda. Jadi, afinitas dalam sastra
bandingan adalah studi terhadap hubungan kekerabatan teks sastra. Setiap teks
memiliki pertautan erat dengan teks sebelumnya (Endraswara, 2008).
B.
Seputar
Goenawan Mohamad
Gonawan
Soesatyo Mohamad lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Karangasem, Batang, Jawa
Tengah dan sekarang beliau sudah berumur 71 tahun. Ia adalah seorang sastrawan
Indonesia terkemuka. Ia salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia merupakan adik
dari Kartono Mohamad, yang tidak lain adalah seorang dokter yang menjabat
sebagai ketua IDI. Goenawan Mohamad adalah penyair, esais dan libretis. Goenawan
Mohamad adalah seorang intelektual yang punya wawasan yang begitu luas, mulai
dari pemain sepak bola, politik, ekonomi, seni dan budaya, dunia perfilman, dan
music. Pandangannya sangat liberal dan terbuka. Seperti kata Romo
Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adaalah
pemikiran monodimensional.
Ia
menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi
penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku
menyenangi acara puisi siaran RRI. Pendidikan sekolah dasar dan sekolah
menengah Goenawan dihabiskan di kota-kota kecil di Jawa Tengah, seperti
Parakan, Wonosobo, dan Pekalongan hingga akhir tahun 1959.
Pada
tahun 1971, Goenawan Mohamad bersama rekan-rekannya mendirikan majalah mingguan
Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana
ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa
kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu
menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang
merugikan kepentingan pemerintah, sehingga dihentikan penerbitannya. Gonawan
Mohamad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi
jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institusi
Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap
dunia pers Indonesia.
Setelah
jadi pemimpin redaksi Majalah Tempo dua periode (1971-1993 dan 1998-1999),
Goenawan berhenti sebagai wartawan. Bersama musisi Tony Prabowo dan Jarrad
Powel, ia membuat libretto untuk opera Kali (dimulai tahun 1996, tapi dalam
revisi sampai dengan tahun 2003) dan dengan Tony, The King’s Witch (1997-2000).
Yang pertama kali dipentaskan di Seattle (2000), yang kedua di New York pada
tahun 2006, pastoral, sebuah konser Tony Prabowo dengan puisi Goenawan Mohamad,
dimainkan di Tokyo tahun 2006. Pada tahun ini juga ia mengerjakan teks untuk
drama tari Kali-Yuga bersama koreografer Wayan Dibya dan penari Ketut beserta
gamelan Sekar Jaya di Berkeley, California. Dia juga ikut dalam seni
pertunjukan di dalam negeri. Dalam bahasa Indonesia dan Jawa, Goenawan menulis
teks untuk wayang kulit yang dimainkan dalang Sudjiwo Tedjo, Wisanggeni (1995)
dan dalang Slamet Gundono, Alap-alapan Surtikanti (2002) dan drama tari Panji
Sepuh koreografi Sulistio Tirtosudarmo.
Selama kurang
lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang
sudah diterbitkan, diantaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan
Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang,
dan Prancis. Sebagian esainya terhimpun
dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita
(1980). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan populer
adalah Catatan Pinggir, sebuah
artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang dari Majalah Tempo. Konsep dari Catatan
Pinggir adalah sekedar sebagai sebuah komentar ataupun kritik terhadap batang
tubuh yang utama. Artinya, Catatan Pinggir mengambil posisi di tepi, bukan
posisi sentral. Sejak kemunculannya pada akhir tahun 1970-an, Catatan Pinggir
telah menjadi ekspresi oposisi terhadap pemikiran yang picik, fanatik, dan
kolot.
Sajak-sajaknya
dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan
Kita di Sarajevo (1998), dan Sajak-Sajak
Lengkap 1961-2001 (2001). Terjemahan sajak-sajak pilihannya ke dalam bahasa
Inggris, oleh Laksmi Pamuntjak, terbit dengan judul Goenawan Mohamad : Selected Poems (2004).
Goenawan
Mohamad juga punya andil dalam pendirian Jaringan Islam Liberal. Tahun 2006,
Goenawan dapat anugerah sastra Dan David
Prize, bersama antara lain eseis & pejuang kemerdekaan Polandia, Adam Michnik,
dan musikus Amerika, Yo-yo-Ma. Tahun 2005 ia bersama wartawan Joesoef Ishak
dapat Wertheim Award.
Karya terbaru
Goenawan Mohamad adalah buku berjudul Tuhan
dan Hal Hal yang Tak Selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek. Yang
edisi bahasa Inggrisnya berjudul On God
and Other Unfinished Things diterjemahkan oleh Laksmi Pamuntjak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Afinitas Tembang
Macapat Asmaradana dengan Puisi Asmaradana Karya Goenawan Mohamad : Perspektif
Sastra Bandingan
Tembang
macapat Asmaradana
ASMARADANA
Anjasmara ari mami
(Anjasmara Andidaku)
mas mirah kulaka warta
(permata hati carilah berita)
dasihmu lan wurung layon
(kekasihmu tak urung jadi mayat)
aneng kutha Prabalingga
(berada di kota Prabalingga)
prang tandhing Wurungbhisma
(bertempur melawan Wurubhisma)
karia mukti wong ayu
(tinggallah berbahagia wahai kekasihku)
pun kakang pamit palastra
(Kakanda memohon diri untuk mati)
(sabdalangit.wordpress.com/pag/asmaradana).
Puisi
Asmaradana karya Goenawan Mohamad
ASMARADANA karya Goenawan Mohamad
Ia dengar kepak sayap kelelawar dan
guyur sisa hujan dari daun, karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda
serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang
jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
jauh. Tapi di antara mereka berdua, tidak ada yang berkata-kata.
Lalu ia ucapkan perpisahan itu,
kematian itu. Ia melihat peta, nasib,
perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
perjalanan dan sebuah peperangan yang tak semuanya disebutkan.
Lalu ia tahu perempuan itu tak akan
menangis. Sebab bila esok pagi pada rumput halaman ada tapak yang menjauh ke
utara, ia tak akan
mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani
lagi.
mencatat yang telah lewat dan yang akan tiba, karena ia tak berani
lagi.
Anjasmara, adikku, tinggalah,
seperti dulu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku,
kulupakan wajahmu.
Bulan pun lamban dalam angin, abai dalam waktu.
Lewat remang dan kunang-kunang, kaulupakan wajahku,
kulupakan wajahmu.
Ketika
penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia pada 1992 menerbitkan antologi yang
meragkum dua antologi sajak Goenawan sebelumnya (“Parakesit” dan “Interlude”),
“Asmaradana” dipilih sebagai judul antologi. Sajak “Asmaradana” sendiri
sebelumnya sudah muncul dalam antologi berjudul “Interlude”.
Berikut
penuturan singkat Gonawan tentang sajak ini, seperti yang bias disaksikan dalam
film documenter berjudul “Potret Penyair sebagai “Si Malin Kundang” yang
diproduksi oleh Yayasan Lontar.
“…’Asmaradana’
ini berdasar sebuah opera Jawa, (yang mengisahkan) tentang Damarwulan, yang
salah satu bagiannya, dalam bentuk tembang asmaradana. (Kisah ini) sangat bagus
bagi saya. Damarwulan mengucapkan selamat tinggal pada Anjasmara, kekasihnya,
karena dia mau berangkat perang dan dia tahu akan kalah. Saya bertolak dari
sana. Dan kemudian sajak ini berkembang sendiri, tentu saja. Tentang perpisahan,
tentang kefanaan, dan tentang –barangkali– persiapan kita menghadapi semuanya.”
(goenawanmohamad.com/2009/02/27/asmaradana/)
Bentuk Afinitas dalam Tembang Macapat Asmaradana
dengan Puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad.
Asmaradana adalah sebuah tembang macapat dari Jawa, biasanya ditujukan
untuk pemuda-pemuda yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Asmaradana dalam
tembang macapat Jawa mengisahkan tentang cinta Damarwulan dan Anjasmara.
Apabila diperhatikan dengan cermat puisi
Asmaradana karya Goenawan Mohamad dengan tembang macapat Asmaradana jelas
sekali memiliki banyak kesamaan. Goenawan Mohamad sendiri
berkata “…’Asmaradana’ ini berdasar sebuah opera Jawa, (yang mengisahkan)
tentang Damarwulan, yang salah satu bagiannya, dalam bentuk tembang asmaradana.
(Kisah ini) sangat bagus bagi saya. Damarwulan mengucapkan selamat tinggal pada
Anjasmara, kekasihnya, karena dia mau berangkat perang dan dia tahu akan kalah.
Saya bertolak dari sana. Dan kemudian sajak ini berkembang sendiri, tentu saja.
Tentang perpisahan, tentang kefanaan, dan tentang –barangkali– persiapan kita
menghadapi semuanya.”
Antara puisi Asmaradana
karya Goenawan Mohamad dan tembang
macapat Asmaradana memiliki persamaan. Hal itu dapat
dilihat adanya gagasan Goenawan Mohamad dalam puisi tersebut yang dapat dirunut
(ditelusuri) kembali dalam kisah Damarwulan. Persamaan dari puisi Asmaradana dan tembang macapat Asmaradana, yaitu:
1) terletak pada tokoh dan peristiwa yang diceritakan, 2) tokoh Anjasmara
dengan peristiwa yang dialaminya merupakan transformasi dari cerita Damarwulan,
3) puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad dan tembang macapat Asmaradana
sama-sama menceritakan tokoh Damarwulan dan Anjasmara yang diambil dari cerita
rakyat Damarwulan, 4) isi dari puisi Asmaradana dan tembang macapat Asmaradana
merupakan bagian dari kisah Damarwulan.
Puisi “Asmaradana” merupakan salah satu karya penyair Goenawan Mohamad.
Isi yang terkandung dalam “Asmaradana” versi puisi kurang lebih sama dengan
versi tembangnya. Puisi ini bercerita tentang perpisahan sepasang kekasih,
Darma Wulan dan Anjasmara. Mereka digambarkan sebagai pasangan yang tegar
menghadapi akhir kisah cinta mereka yang tidak bahagia. Darma Wulan lah yang
menjadi “Ia” sekaligus “Aku lirik”dalam puisi ini.
SIMPULAN
Antara puisi Asmaradana
karya Goenawan Mohamad dan tembang
macapat Asmaradana memiliki persamaan. Hal itu dapat
dilihat adanya gagasan Goenawan Mohamad dalam puisi tersebut yang dapat dirunut
(ditelusuri) kembali dalam kisah Damarwulan. Persamaan dari puisi Asmaradana dan tembang macapat Asmaradana, yaitu:
1) terletak pada tokoh dan peristiwa yang diceritakan, 2) tokoh Anjasmara
dengan peristiwa yang dialaminya merupakan transformasi dari cerita Damarwulan,
3) puisi Asmaradana karya Goenawan Mohamad dan tembang macapat Asmaradana
sama-sama menceritakan tokoh Damarwulan dan Anjasmara yang diambil dari cerita
rakyat Damarwulan, 4) isi dari puisi Asmaradana dan tembang macapat Asmaradana
merupakan bagian dari kisah Damarwulan.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara,
Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian
Sastra. Jakarta : Bukopop.
Muarifin. 2011. ”Materi Bahasa
Jawa” (online), (http://pgsdtik.blogspot.com/2010/01/tembang-macapat.html,
diakses 27 Mei 2011).
Endraswara,
Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Cigombong80.
2012. “goenawan-mohamad-dan-sejarah11” (online), (http://cigombong80.blogspot.com/2012/12/goenawan-mohamad-dan-sejarah_11.html, diakses tanggal 28 desember
2012).
Sejarahkompasiana. 2012.
“cerita-damar-wulan-442760” (online), (sejarah.kompasiana.com/2012/03/16/cerita-damar-wulan-442760.html,
diakses tanggal 28 Desember 2012).
Sabdalangit. 2012. “asmaradana”
(online), (sabdalangit.wordpress.com/pag/asmaradana, diakses tanggal 28
Desember 2012).
Gonawanmohamad. 2009. “asmaradana” (online), (goenawanmohamad.com/2009/02/27/asmaradana/,
diakses tanggal 27 Desember 2012).
Makasih mbak referensinya.. salam literasi d.pebrian Mahasiswa Univ. Muhammadiyah Tangerang
BalasHapus